Paradingma pernikahan usia anak perlu ada penyikapan serius dari semua pihak, karena ini menjadi tanggung jawab bersama. Menjadi salah satu narasumber kampanye pencegahan pernikahan anak di Pendopo Manggala Praja Nugraha, yang digelar oleh PD Nasyiatul Aisyiyah Trenggalek, Novita Hardini Mochamad, SE., Ketua Forum Puspa ini mengajak stop pernikahan anak dimulai dari memahamkan orang tua pentingnya teori psikologi. Pasalnya semakin anak itu dilarang-larang, maka akan semakin penasaran dan ingin melakukan
"Tadi saya menyampaikan kepada setiap organisasi, ketika mengkampanyekan ayo stop pernikahan anak, harus dimulai dari memahamkan setiap orang tua, pentingnya teori-teori psikologi dalam membangun keluarga di rumah masing-masing," ucap ibu 3 anak ini kepada awak media, di Pendopo Manggala Praja Nugraha, Rabu (3/11/2021)
Biasanya anak bila dilarang jangan-jangan, lanjutnya, "maka akan semakin penasaran, semakin ingin melakukan. Sehingga untuk mengkomunikasikan pesan kita kepada anak, harus dengan tepat. Teori psikologi ini sangat dibutuhkan setiap orang tua," lanjutnya.
Bagaimana kita berkomunikasi kepada anak-anak, seperti jangan menikah dibawah usia 19 tahun sertakan penjelasan atau alasannya, karena beresiko anak lahir stunting. Kemudian anak yang lahir stunting akibatnya mengalami gizi buruk. Selain itu resiko perceraian juga tinggi dan lasan alasan yang lainnya.
Lebih lanjut penggiat perempuan ini menambahkan, di usia anak 10 tahun bisa diajarkan bagaimana fungsi-fungsi seksual pada anak perempuan dan laki laki. Kita harus bisa mebiasakan berani dan menganggap ini sebagai sebuah hal yang tidak tabu, namun harus dengan cara yang tepat. Untuk mengetahui cara yang tepat ini ada ilmunya, untuk itu kita harus belajar ilmu psikologi ini.
Hari ini lanjutnya, "patut disyukuri kita berada di era globalisasi. Internet tidak hanya mempunyai dampak negatif namun juga ada dampak positifnya. Saya mengajak kepada seluruh orang tua untuk mendampingi anaknya bisa mengakses internet dengan tepat. Dengan begitu, kita bisa menyerap dampak positif dari internet itu. Termasuk setiap orang tua, dari internet itu kita bisa belajar ilmu-ilmu parenting secara baik dan benar," lanjutnya.
Menurut perempuan yang juga Ketua TP PKK Trenggalek itu, mengkampanyekan cita-cita pencegahan pernikahan anak di Trenggalek, tidak bisa hanya menggantungkan kepada upaya pemerintah saja, melainkan merupakan tanggungjawab bersama.
Ayo kita mulai merubah sudut pandang, merubah budaya yang ada. Ketika pernikahan itu dianggap sebagai sebuah kehalalan guna menghindari dosa atau maksiat, tapi kita anggap pernikahan itu adalah sarana membangun Indonesia itu lebih baik dari satu keluarga.
Keluarga ini mempunyai cita-cita yang jauh lebih besar dari pada sekedar suami-istri, hubungan badan, membuat anak, namun bagaimana ini bisa memberikan kontribusi positif untuk keluarga dan daerahnya, tandasnya. (Endah/ Dokpim)