Nama H. Mochamad Dardak mungkin tidak asing lagi bagi masyarakat Trenggalek. H. Mochamad Dardak merupakan ayah dari Hermanto Dardak, mantan Wamen PU era Presiden SBY, sekaligus kakek dari Emil Elestianto Dardak, Bupati Trenggalek.
H. Mochamad Dardak atau erat disapa Eyang Dardak, merupakan seorang ulama, Guru, Birokrat dan Takmir Masjid Agung Trenggalek.
H. Mochamad Dardak lahir tahun 1915 di Kabupaten Kediri dan wafat di Trenggalek tahun 1990 dalam usia 75 tahun.
Eyang Dardak sendiri menikah dengan Hj. Siti Mardiyah Dardak, dan dikaruniai 10 orang putra dan putri. Sedangkan Hermanto Dardak merupakan putra ketujuh dari pasangan ini.
Almarhum H. Mochamad Dardak pernah mengenyam pendidikan di salah satu pondok pesantren di Solo Jawa Tengah. Salah satu teman almarhum adalah Munawir Sjadzali, Menteri Agama ke-14 era Presiden Soeharto.
Riwayat pekerjaannya, H. Mohammad Dardak bekerja di Departemen Agama, sebagai seorang Penghulu di KUA.
Eyang Dardak Sempat berpindah-pindah tugas, terakhir berpindah dari KUA Kecamatan Campurdarat Tulungagung ke KUA Trenggalek hingga beliau pensiun dan wafat.
Tinggal di Trenggalek, Almarhum menempati rumah pengulon Dukuh Kauman Ngantru. Rumah pengulon ini sudah berubah menjadi bangunan masjid karena proses pelebaran Masjid Jami' yang saat ini lebih dikenal dengan Masjid Agung Baiturrahman.
Selain menjadi penghulu, almarhum juga mengajarkan Bahasa Arab di Sekolah (PGA) Pendidikan Guru Agama.
Almarhum H. Mochammad Dardak juga menjadi Imam Masjid Jami' dan sering mengisi khotbah Shalat Jum'at di Masjid ini sampai dengan akhir hayatnya.
Bersama dengan istrinya Hj Siti Mardiyah H. Mohammad Dardak membesarkan kesepuluh putra-putri dengan disiplin dan penuh kasih sayang. Kedisiplinan ini utamanya dalam bidang ilmu agama dan kewajiban menjalankan ibadah sholat lima waktu.
H. Mochamad Dardak tidak mau main-main dengan urusan disiplin utamanya untuk sholat wajib lima waktu.
Untuk menegakkan disiplin ini, bisa dilakukan dengan peringatan lesan, bahkan bila tidak diindahkan bisa dengan teguran fisik.
Menurut dr. Zainal Abidin SpU, (putra ke-6) H. Mochamad Dardak, ajaran kedisiplinan inilah yang membawanya dan saudara-saudaranya menuju kesuksesan.
Kasarnya bila anak-anak beliau tidak mengikuti disiplin beliau, tidak mungkin bisa jadi orang seperti saat ini.
Dituturkan oleh dr. Zainal, "kesemua anak Eyang Dardak ini disekolahkan di sekolah umum. Untuk menunjang pendidikan keagamaan waktu itu hanya bisa didapat di masjid dan madrasah Ibtidaiyah, yang dulu disebut MINU," tuturnya.
Ditambahkan oleh dokter ini "waktu itu Trenggalek belum punya SMA sendiri, sehingga anak pertama hingga anak keempat H. Dardak harus dititipkan kepada adik ipar dari Hj. Siti Mardiyah yang merupakan Bupati Kediri kala itu, R.M.Machin. Baru anak kelima hingga sepuluh disekolahkan di SMA Trenggalek, termasuk Hermanto Dardak, mas, saya dan adik-adiknya," imbuhnya.
Dimata dr. Zainal Abidin SpU, almarhum H. Mochamad Dardak adalah sosok yang memperhatikan rakyat kecil serta toleransi terhadap sesamanya tinggi. Eyang Dardak merupakan sosok yang universal, tidak membatasi pergaulan.
Diceritakan oleh dr. Zainal "Bapak itu dulu seorang pelatih catur, dan banyak orang dilatihnya menjadi juara. Bahkan dulu bapak sering bermain catur dengan seorang Pendeta usai menunaikan ibadah sholat Isya hingga menjelang Subuh."
"Atas disiplin dan doa Beliaulah yang membawa kemudahan dan kesuksesan bagi putra-putri H. Moch. Dardak tersebut," tandas dr. Zainal. (Humas)