Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin menyayangkan masih longgarnya penertiban kegiatan sosial budaya yang bisa mengakibatkan kerumunan masyarakag yang bisa menjadi pemicu penyebaran Covid 19. Padahal menurutnya i-Mendagrinya sudah sangat jelas kegiatan sosial budaya yang mengakibatkan kerumunan ini dilarang.
Pria yang santer memperjuangankan kesetaraan gender dan inklusif ini berharap desa mampu mengendalikan ini termasuk fokus pada penerapan mikro lockdown di sisa 5 hari perpanjangan penerapan PPKM Darurat yang akan berakhir pada 25 Juli nanti.
"Pembatasan di desa desa kami masih menemukan, beberapa desa yang jauh dari pantauan kami yang ada di kabupaten, masih menggelar hajatan yang menyebabkan kerumunan," ujar Bupati Arifin, Kamis (22/7)
Ini yang ingin saya tekankan ke desa desa, lanjutnya menambahkan "untuk jangan sampai terulang. Karena begini, ujar Bupati Trenggalek ini menerangkan.
Fasilitas kesehatan kita terbatas. Kita menyiapkan rumah sakit darurat Covid juga masih butuh waktu. Membangun rumah sakit juga masih membutuhkan waktu.
Paling tidak untuk hal hal itu bisa dieksekusi masih membutuhkan waktu paling tidak 1 atau 3 bulan lagi untuk bisa termanfaatkan. Kemudian kalau tidak bisa menahan laju di hulu, ini nanti bisa terjadi lonjakan yang kita tidak berharap terjadi di Kabupaten Trenggalek, lanjutnya.
Pelonjakan kasus dan membludaknya pasien sehingga rumah sakit menjadi over kapasitas, yang mejadikan ketakutan Bupati Trenggalek saat pandemi ini. Kenapa takut, Bupati Trenggalek sadar bawasnnya kapasitas fasilitas kesehatan yang dimiliki atau rumah sakitnya cukup terbatas.
Kita tadi berkoordinasi dengan seluruh desa untuk terus jangan mengendurkan seluruh aktivitas yang sudah kita lakukan selama 2 minggu terakhir ini. Karena pertumbuhan kasus, setiap hari juga masih bertambah.
Jadi kita lihat nanti tanggal 25 Juli bagaimana pertambahan kasus harian. Kemudian di desa-desa kita menginginkan mikro lockdown dikawal ketat, tandas pemimpin muda ini. (Dian/ Dokpim)