Kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di Kabupaten Trenggalek sendiri sejak kurun 2020 mengalami peningkatan. Prihatin akan kondisi tersebut, maka dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikukuhkan oleh Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, Jumat (5/8/2022).
Kapolres Trenggalek AKBP Alith Alarino menegaskan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus segala bentuk penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia serta diskriminasi terhadap perempuan dan anak.
"Sehingga Polri ikut serta dalam perlindungan perempuan dan anak melalui penegakan hukum yang preventif, responsibiltas dan transparansi berkeadilan," ucap Kapolres Trenggalek dalam sambutannya di Pendapa Manggala Praja Nugraha.
Sementara itu, Bupati Trenggalek Mas Ipin mengatakan bahwa dikukuhkannya Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak merupakan satu langkah untuk memperkuat posisi dalam mewujudkan Trenggalek sebagai kabupaten yang ramah perempuan dan anak.
Menurut Mas Ipin, saat ini dengan banyaknya pengungkapan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan berarti semakin lama semakin terjadi degradasi moral. Tetapi mungkin karena literasi maupun akses informasi yang semakin baik sehingga banyak yang berani speak up dan terbuka akan apa yang mereka rasakan.
"Tentu ini menjadi PR untuk kita semua bagaimana kita menciptakan situasi yang aman, kondusif untuk semua, jadi seluruh lapisan masyarakat di seluruh tempat kita harus memastikan bahwa Trenggalek adalah kabupaten yang ramah, yang melindungi, yang menjaga keamanan dan kehormatan bagi perempuan dan anak," tuturnya.
Kabupaten Trenggalek sendiri dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang baik dalam hal implementasi dan komitmen sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Hal itu ditunjukkan dengan diraihnya penghargaan KLA kategori Nindya dari Kementerian PPPA RI.
"Tapi tentu predikat itu harus dibuktikan juga dengan kolaborasi semua pihak dan kami berharap tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat ini menjadi penyampai pesan khususnya untuk hal-hal seperti bagaimana nol perkawinan anak bisa didorong," harap Mas Ipin.
"Karena rata-rata daerah yang memiliki tingkat perkawinan anak yang tinggi biasanya kemudian prevalensi stuntingnya itu lebih tinggi dan angka kemiskinannya juga cenderung tinggi," lanjutnya.
"Maka ini juga jadi satu bentuk perlindungan atau advokasi yang harus kita dorong, apalagi biasanya yang menjadi korban anak perempuan," sambung Mas Ipin.
Untuk itu Mas Ipin berharap hal tersebut menjadi perhatian serius semua pihak mengingat indikator-indikator kinerja utama perlu digenjot menjadi lebih baik. (Prokopim Trenggalek)