Kesyakralan upacara adat Ngitung Batih, tradisi menyambut datangnya Bulan Suro atau 1 Muharram di Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek, Selasa (11/9/2018) cukup terasa. Wakil Bupati Trenggalek, H. Mochammad Nur Arifin dan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek, Hj. Arumi Bachsin ikut merasakan kesakralan acara ini.
Merasakan langsung dan ambil bagian dari upacara ini, Mochammad Nur Arifin menyampaikan rasa bangganya terhadap seluruh element masyarakat di Kecamatan Dongko. "Tentunya saya ucapkan banyak terimakasih kepada warga masyarakat Dongko yang tetap setia menyelenggarakan acara Ngitung Batih ini," tuturnya.
Lebih lanjut Wabup Trenggalek ini menambahkan, Ngitung Batih sendiri merupakan adat istiadat menghitung saudara atau kerabat, yang tentunya nilainya sangat berharga, tandas Arifin.
Dalam kegiatan ini Wabup termuda di tanah air tersebut turut Ikut dalam arak-arakan 40 takir plontang yang dibawa oleh 40 dayang-dayang, menuju Pendopo Kecamatan.
Sedangkan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek, Hj. Arumi Bachsin dalam sambutannya menyatakan budaya merupakan pemersatu bangsa. Terbukti dalam acara Ngitung Batih ini, tidak perduli adanya perbedaan umur, perbedaan latar belakang dari semua pihak, semua bersatu bahu-membahu untuk ikut menyukseskan acara ini.
Lebih lanjut istri Bupati Trenggalek tersebut menambah, Kabupaten Trenggalek merupakan Kabupaten yang sangat luar biasa, kaya akan adat budaya. Kalau di Prigi ada Larung Sembonyo, di Kecamatan Trenggalek ada ritual Dam Bagong dan tidak ketinggalan di Kecamatan Dongko punya acara Ngitung Batih, upacara adat menyambut datangnya bulan Suro atau Muharram, tutur Arumi.
Ibu dua anak ini sangat memuji antusias warga masyarakat Dongko yang sangat luar biasa. Terlihat mulai dari jajaran pemerintah hingga warga masyarakat cukup kompak bahu membahu menyukseskan kegiatan ini.
"Berkat panjenengan-panjenengan Trenggalek ini bisa berdiri kokoh," tegas Arumi Bachsin dalam sambutannya tersebut.
Kehadiran Arumi Bachsin, Moch Nur Arifin dan Forkopimda Trenggalek ditengah-tengah prosesi upacara, tentunya menambah antusias dari warga masyarakat yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Sedangkan salah satu tokoh masyarakat di Kecamatan Dongko, Johan Suharjo menceritakan 'Ngitung Batih' merupakan kegiatan yang rutin digelar di Kecamatan Dongko menyambut datangnya Bulan Suro atau Muharram.
Dijelaskan lebih lanjut, Ngitung Batih sendiri merupakan upaya pelestarian budaya adiluhung yang ada di tanah Jawa ini.
Ngitung Batih sendiri memiliki arti mencari keselamatan atau mencari keselamatan dengan menghitung masih berapa saudara kita di Hari Raya tahun baru Islam ini.
Ngitung Batih juga sarana doa warga masyarakat Dongko yang berharap jumlah saudara mereka bisa tetap sama pada tahun depannya dengan tetap diberikan keselamatan maupun kesejahteraannya.
Menurut Johan, budaya Ngitung Batih ini dilatar belakangi oleh budaya yang dipegang teguh masyarakat dan dilestarikan sampai dengan sekarang. Untu perayaan secara akbar, diakui tokoh masyarakat Dongko ini baru dilaksanakan delapan tahun atau depan kali.
Sedangkan yang kedelapan ini dikemas dengan cukup syakral, ada arak-arakan 40 takir plontang dan Jodang hasil bumi yang saat ini lebih banyak dirupakan dalam bentuk jajan pasar yang nantinya diperebutkan oleh warga masyarakat.
Diyakini warga, rebut sedekah ini bisa membawa kemakmuran bagi warga, dilancarkan dan dimudahkan rezekinya.
Yang menjadi ciri khas gebyar Suro di Kecamatan Dongko ini, setiap rumah memasang 'Panjang Ilang'.
Di dalam panjang ilang ini terdapat takir plontang yang merupakan simbol dari keaneka ragaman alam. Takir plontang biasanya berupa biji-bijian atau umbi umbian, seperti jagung, kacang, ketela dan lain sebagainya. Selain itu juga isinya juga nasi metri.
Panjang ilang sendiri menurut Johan memiliki arti yang sangat luas, kalau dijabarkan bisa panjang menurutnya.
Yang tidak kalah seru dalam acara Ngitung Batih ini sesi pelepasan hewan ternak (indukan ayam) yang nantinya diperebutkan.”(Humas)