Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara membuka kegiatan Rembuk Stunting Kabupaten Trenggalek tahun 2023 di Rumah Coklat, Kecamatan Karangan.
Melalui diskusi yang terarah diharapkan penanganan gagal tumbuh kembang anak itu bisa semakin masif dan optimal. Apalagi upaya penurunan angka stunting ini menjadi salah satu atensi dari Presiden Joko Widodo.
Sesuai data yang ada, angka stunting di Kabupaten Trenggalek saat ini sebesar 19%. Dari angka tersebut Pemerintah Kabupaten Trenggalek berkomitmen menurunkan menjadi 14% di tahun 2024 sesuai dengan target nasional. Untuk mewujudkan itu, tentunya bukan perkara mudah, perlu ada upaya serius dan dukungan dari semua pihak seperti yang disampaikan Mas Wabup Syah Muhammad Natanegara saat membuka kegiatan rembuk stunting, Kamis (9/3). "Ini menjadi tanggungjawab kita bersama untuk bagaimana menghasilkan generasi emas," pesannya.
dr. Kasman, M.Pd., perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur dalam kegiatan ini menambahkan untuk mencegah stunting salah satunya perlu merubah perilaku masyarakat. "Ada sebagian masyarakat yang masih menganggap asi ekslusif itu kotor. Padahal asi ekslusif ini justru istimewa bagi tumbuh kembang bayi. Budaya atau anggapan-anggapan seperti ini yang perlu diedukasi," ucapnya.
Selain itu, masih menurut Kasman pencegahan stunting harus dimulai dari anak remaja karena merekalah yang nantinya akan menikah dan berkeluarga. Kemudian Calon Pengantin (Catin) yang nantinya akan mengandung anak. Kemudian ibu hamil, Batita dan juga Balita.
Kemudian dr. Sunarto, Plt. Kepala Dinas Kesehatan PPKB Kabupaten Trenggalek, melanjutkan ada 2 upaya yang dilakukan untuk mencegah stunting, yaitu secara spesifik dan secara sensitif. Di pusat upaya spesifik ini diampu oleh Kementrian Kesehatan, sedangkan upaya sensitif diampu BKKBN. Sedangkan di Trenggalek sendiri Dinas Kesehatan dan KB menjadi satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk itu melalui kegiatan Rembuk Stunting ini pihaknya mengajak seluruh stakeholder yang ada untuk berupaya bersama sehingga langkah upaya yang dilakukan bisa semakin padu.
"Scara spesifik itu meliputi pemenuhan gizi tambahan. Yang sakit kita obati seperti kita beri obat tambah darah, obat cacing dan yang lainnya. Namun upaya spesifik ini hanya 30% mengatasi Stunting. Sedangkan yang 70% adalah upaya sensitif," jelas mantan Direktur RSUD dr. Soedomo Trenggalek itu
Masih menurut Sunarto, "sensitif ini banyak, diantaranya bagaimana sanitasinya. Kemudian pemenuhan kebutuhan pokoknya seperti apa dan yang lainya. Karena banyak makanya semua stakeholder yang ada kita hadirkan di sini untuk berembuk bersama. Harapaannya antara spesifik yang 30% dan sensitif 70% itu bisa terpadu. Dengan begitu anak-anak stunting bisa teratasi," tandasnya. (Prokopim Trenggalek)