Menghadiri Gerakan Masyarakat (Germas) dalam rangka peringatan Hari TBC Sedunia di Kecamatan Pogalan, Penjabat Sekda Trenggalek, Dr. Andriyanto, SH., M.Kes., menitipkan 2 hal untuk bisa mengeliminasi kasus TBC di Trenggalek.
Dengan tema, "Investasi untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa", diharapkan ada kolaborasi bersama antara pemerintah, lintas sektor dan masyarakat bersama sama mengeliminasi kasus TBC di Trenggalek
Untuk bisa benar-benar mengeliminasi, penjabat sekda yang juga merupakan dosen pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya itu berpesan untuk tidak segan-segan meniru kisah sukses dari negara lain. "Keberhasilan eliminasi TBC di beberapa negara lain, mungkin manfaatnya bisa kita ambil di Kabupaten Trenggalek," ungkapnya.
"Bila melihat di Kecamatan Pogalan atau di Dinas Kesehatan Trenggalek ada angka TBC yang masih cukup tinggi, ada 2 hal yang perlu kita perhatikan kalau kita sepakat mengeliminasi kasus TBC," imbuh Staf Ahli Gubernur Jatim yang mendapatkan tugas tambahan sebagai Pj Sekda di Trenggalek itu.
Benar bila kasus Covid 19 ini, akan auto healing atau sembuh sendiri, berbeda dengan TBC. Pasalnya TBC merupakan penyakit yang sulit sembuh dan dibutuhkan biaya mahal untuk proses penyembuhannya. Kalau pasien itu tidak patuh minum obat maka akan dimulai lagi dari awal, karena memang ini penyakit yang sulit di eliminasi.
Di negara-negara yang berada di Asia Tengah seperti India, justru berhasil mengeliminasi TBC, padahal karakternya sama dengan Indonesia. Pendudukknya cukup besar, pemukimannya juga padat seperti kita.
Menurut penjabat sekda itu, untuk benar-benar bisa mengeliminasi TBC, pertama-tama yang dibutuhkan adalah komitmen kepala daerah. Berarti ini adalah komitmen OPD, dalam hal ini tidak hanya Dinas Kesehatan saja. "Saya sangat mengapresiasi seluruh OPD berkomitmen. Ini justru malah bersatu. Wujudkan komitmen itu dalam sebuah regulasi seperti Perda TBC, ayo coba usulkan," ajak Magister Kesehatan itu, Kamis (24/3/2022).
Kita harapkan dengan adanya regulasi ini akan muncul banyak selter-selter penyembuhan TBC, mengingat banyak tempat di Trenggalek yang mempunyai kadar oksigen yang cukup tinggi.
Kemudian selanjutnya, sambungnya menambahkan, "keberhasilan eliminasi TBC diperlukan komunikasi perubahan perilaku. Wujudkan komunikasi ini dalam bentuk sosialisasi, pendampingan, pendekatan yang dilakukan secara terus-menerus. Karena kalau tidak, maka tidak mungkin bisa berhasil," imbuhnya.
Bisa jadi kasus TBC bukan jadi faktor kemiskinan, namun karena faktor perilaku. Dicontohkan oleh penjabat sekda itu, ada orang mempunyai rumah yang besar, karena sering bangun kesiangan maka sangat jarang terkena sinar Matahari. Padahal sinar ini sangat bagus untuk mendapatkan vitamin D. Utamanya D3 yang sangat baik untuk membunuh kuman dan bakteri di permukaan.
Terus, sambung Dosen Pasca Sarjana Universitas Airlangga itu, "rumah bagus namun didalamnya tidak ada genteng kaca, sehingga tidak ada sinar matahari yang masuk. Padahal sinar ini mampu membunuh kuman yang ada di dalam rumah tersebut. Bisa jadi sirkulasi udaranya menjadi pengab," jelasnya.
"Ini benar-benar harus kita dampingi. Persoalan TBC bukan hanya persoalan penyembuhan atau kuratif, melainkan kesehatan masyarakat maka dari itu harus dengan pendekatan preventif dan promotif. Jadi usahanya lebih banyak pada pendekatan dan promosi. Tetap disembuhkan, namun upayakan jangan lagi muncul kasus TBC," tandas Penjabat Sekda Trenggalek. (Nur/ Dokpim)