Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhamad Natanegara buka Festival Jajar Gumegrah tahun 2022, Sabtu (25/6).
Bertempat di lapangan desa ini, wakil kepala daerah muda Kabupaten Trenggalek itu mengapresiasi kegiatan yang dilakukan desa tersebut. Pihaknya merasa bangga ada sebuah desa yang kepala desa muda, sangat serius melestarikan budaya atau kearifan lokal yang ada. "Tentunya saya bangga, budaya dan segala kearifan lokal dijaga betul. Tentunya ini sebuah kekayaan yang diwariskan oleh lelehur yang patut kita jaga," ucapnya.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Trenggalek itu mensupport apa yang dilakukan dan dicita-citakan oleh desa Jajar sesua sloga Jajar Gumegrah. Berawal dari sebuah jargon, dharapkan budaya sebagai pancatan untuk maju dan berkembang.
Jajar Gumegrah sendiri merupakan sebuah slogan yang ditujukan menjadi spitt menyongsong kemajuan. Kepala Desa (kades) Jajar, Imam Makaryo Edi atau yang erat disapa Ime itu ingin membawa perubahan yang lebih baik bagi desanya.
Kini "Jajar Gumegrah" menjadi sebuah festival rutin tahunan yang ditujukan mengenalkan seluruh kearifan lokal yang ada. Tema kali ini "Bebrayan Ngrumat Kabudayan" yang artinya bersama sama melestarikan kebudayaan kearifan lokal.
Untuk mengembangkan desanya Jajar kali ini tidak sendiri. Ada KKN Desa Berkelanjutan UIN Sunan Ampel Tulungagung yang ikut membantu menggali potensi dan menguatkan potensi dssa yang ada. Bahkan KKN Desa Berkelanjutan UIN Sunan Ampel Tulngagung telah membuat peta potensi desa dengan harapan potensi yang ada bisa difokuskan sesuai pemetaan yang ada.
Selain itu juga ada banyak kegiatan lain, seperti pendirian rumah baca, warga Jajar melek digitalisasi dan masih banyak yang lainnya, yang disqmpaikan oleh Rektor Universitas ini, Prof. Ainun Naim di sela sela pembukaan festival ini.
Budaya kearifan lokal yang dimiliki desa ini diantaranha ada Megengan Show yang artinya menahan hawa nafsu menghadapi bulan suci Ramadhan. Megengan Show sendiri merupakan agenda rutin tahunan desa ini. Tradisi yang biasanya erat dengan kegiatan kenduri dikemas menjadi sebuah pagelaran seni yang menarik menghadapi Ramadhan.
Dalam acara itu ada arak ambeng atau sedekah masyarakat yang di iring shalawatan. Pementasan Salalahuk (shalawat jawa yang masih terjaga lantunannya). Salalahuk sendiri merupakan shalawat ikonik yang dilakukan setiap bulan suci (selepas Tarawih) dengan iringan bedug atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan Jedor.
Salalahuk sendiri merupakan serapan bahasa Arab "shollalahu" yang dilafalkan orang jawa dengan sebutan itu. Kemudian Jamasan yang artinya (keramas) atau penyucian. Disini yang disucikan bukannya pusaka, melaikan manusianya itu sendiri. Karena warga masyarakat disana meyakini manusia itu sendiri sebuah pusakan dan bilamana tidak disucikan maka akan hilang kekeramatannya.
Selain megengan show dan jamasan ada kesenian Tiban (tari pemanggil hujan) yang kini sudah mulai dianggap sebagai seni pertunjukan dan masoh banyak seni, budaya kearifan lokal lainnya yang dilestaraikan.
Banyaknya budaya yang dilestarikan, desa ini seolah berhulu pada budaya. Maka dari itu desa ini meletakkan pondasi desanya melalui bdaya. (Prokopim Trenggalek)