UI GreenCityMetric merupakan pemeringkatan bagi kabupaten/kota di Indonesia dalam bidang keberlanjutan (sustainability). Tujuannya mengajak pemerintah daerah melakukan transformasi menuju kabupaten/kota berkelanjutan.
Kabupaten Trenggalek di tahun 2024 ini, untuk pertama kalinya ikut berpartisipasi dalam program yang diluncurkan sejak 2022 lalu. Sebagai peserta baru, Kabupaten Trenggalek berhasil menduduki peringkat 12 dari 64 kabupaten/kota.
Untuk itu, UI GreenCityMetric memberikan penghargaan kepada Kabupaten Trenggalek sebagai peserta baru terbaik dalam pemeringkatan tersebut, Kamis (8/8/2024).
Pemeringkatan UI GreenCityMetric sendiri berdasarkan 6 kategori penilaian yaitu penataan ruang dan infrastruktur, energi dan perubahban iklim, tata kelola sampah dan limbah, tata kelola air, akses dan mobilitas, serta tata pamong (governance).
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin usai menerima penghargaan tersebut di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI) mengatakan bahwa setiap daerah memiliki tantangannya sendiri.
“Kabupaten itu selalu trade off-nya, kita mementingkan ekologi atau ekonomi, cari kerja saja susah kok suruh menanam tanaman terus nanti hasilnya apa, begitu kira-kira, tapi memang ini yang harus kita cari terobosan termasuk juga pentahelix dengan seluruh sivitas akademika,” ucapnya.
Menurut Mas Ipin, kabupaten dengan kemampuan fiskal mandiri rata-rata didorong oleh keberadaan industri, jasa perdagangan maupun ekonomi yang lebih ekstraktif.
Sementara kabupaten seperti Trenggalek dengan 70 persen kawasan hutan, harus mampu memanfaatkan peluang fiskal yang lain. Salah satunya adalah dengan pengelolaan lingkungan yang baik.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemkab Trenggalek adalah menggelar Adipura Desa, di mana desa yang mau melestarikan lingkungan hidup, menjaga sumber mata air maupun kualitas udara akan mendapat transfer anggaran fiskal.
“Harapan kita ke depan, juga ada offsetting, jadi mandatory carbon marketnya tidak hanya berlaku kepada institusi perusahaan saja,” ungkap Mas Ipin.
“Perusahaan di satu wilayah perkotaan mungkin harus dikoordinir melakukan offsetting kepada kabupaten-kabupaten yang memang jadi paru-paru, yang punya hutan luas, yang ekosistem pesisir dan bawah lautnya terjaga,” sambungnya.
Diungkapkan oleh Mas Bupati Ipin bahwa dari pencitraan satelit, emisi karbon yang dikeluarkan masyarakat sekitar 3 juta ton equivalent carbon per tahun.
Sedangkan kapasitas serapan di Trenggalek ada di angka 27 juta ton equivalent carbon per tahun. Sehingga menurutnya, di Trenggalek sudah Net Sink Carbon sebesar 24 juta ton.
“Harapan saya sebagai wong cilik dari deso, hanya berharap besok masyarakat Indonesia itu juga dimuliakan dengan cara mereka yang melakukan preservasi lingkungan itu harusnya mendapatkan insentif yang lebih,” tutur Mas Ipin.
“Apalagi sekarang dunia mulai melek terkait dengan offsetting, trade, carbon dan segala macam, harusnya itu menjadi pilihan fiskal yang lain, jadi tidak harus ekonominya ekstraktif tetapi regeneratif,” lanjutnya.
“Dengan kemudian mengelola lingkungan lebih baik, fiskalnya bertambah, kesejahteraan bertambah, sehingga nanti tujuan ekonomi, ekologi itu bisa hand in hand yang ujungnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai,” pungkas Mas Ipin. (Prokopim TGX)