Pementasan sosio drama "Keberangkatan" berhasil memukau, segenap tamu undangan dan peserta upacara penurunan Bendera Merah-Putih di Pendopo Manggala Praja Nugraha, Jum'at (17/8/2018).
Kesuksesan pementasan drama yang bertujuan menggugah semangat patriotisme bagi generasi bangsa ini tidak lepas dari tangan dingin sang Sutradara Trias Kurniawan dan penulis naskah Widi Suharto.
Penulis, Widi Suharto salah satu Dosen STKIP Trenggalek mengulas sepenggal cerita Jendral Sudirman, bagaimana pengorbanan Sudirman dalam perang gerilya sebagai cerminan bangsa apa yang telah kita perbuat ternyata belum sepadan dengan pengorbanan mereka.
Diulas Trias Kurniawan, Sarjana Jurusan Sutradara ISI Yogyakarta ini menceritakan sosio drama ini selain mengulas tentang sosok perjalanan Sudirman dan perang gerilya, drama ini juga mengupas psikologis Sudirman ketika akan maju berperang.
Dituturkan oleh Trias "ketika kondisinya sakit, Sudirman harus rela meninggalkan istrinya yang tengah hamil tua dan keenam anaknya," ungkap Sutradara ini.
Lebih lanjut pria asal Kecamatan munjungan ini menambahkan, dari hal ini tentunya dapat menggugah rasa kebangsaan, rasa nasionalisme bangsa ini.
Sudirman melakukan gerilya karena terluka Belanda mengingkari isi perjanjian Renville maupun Linggarjati. Dengan dorongan Soekarno maupun tokoh-tokoh lainnya, Sudirman berangkat berperang gerilya, padahal kondisinya kala itu sedang sakit, tidak punya modal dan istrinya sedang hamil tua.
Alhamdulillah dengan latihan yang cukup intensif dan semangat dari teman-teman sosio drama ini bisa sukses digelar saat penurunan Bendera Merah Putih di Pendopo Manggala Praja Nugraha, 17 Agustus 2018.
Sebenarnya ini merupakan sebuah cerita trilogi, dan apa yang kita persembahkan kali ini, merupakan episode keberangkatan. Kalau kita masih dipercaya tahun depan akan ada episode Perang Gerilya yang saya yakin akan lebih keren lagi dari pementasan hari ini, tutur Trias.
Penulis naskah cerita "Keberangkatan", Dr. Widi Suharto membenarkan bahwasanya ada tiga alur cerita dalam perjalanan perjuangan Panglima Sudirman.
Yang pertama yaitu "Keberangkatan", cerita bagaimana pengorbanan Sudirman kala itu yang bertekad bulat mengusir penjajah, meskipun dirinya harus meninggalkan istrinya yang tengah hamil tua, sedang sakit dan bahkan tidak mempunyai modal untuk berperang.
Kemudian yang kedua "Perang Gerilya" dan yang ketiga "Kepulangan", mengulas bagaimana pertemuan Sang Jendral bertemu dengan keluarga, Soekarno, Pak Hatta, Hamengkubuwono saat dirinya sakit parah.
Diharapkan dari pementasan ini kita kembali ke NKRI dan sudah seharusnya kita ini berepublik yang berbhineka. Bagaimanapun kondisinya dan apapun profesinya, kalau NKRI ini terancam kita semua harus bersatu.
Dalam pementasan tersebut juga diselipkan permainan tradisional atau dolanan yang diperankan oleh anak-anak. Dolanan, ditujukan mengingatkan pentingnya pendidikan karakter bagi generasi penerus bangsa.
Ditambahkan oleh Trias, "kami menganggap hal ini juga penting untuk diangkat karena gerusan perkembangan tekhnologi, mulai mendegradasi karakter bangsa ini."
"Bahkan kepada pemeran anak-anak dalam sosio drama ini, selalu kami tekankan bawasanya beginilah bangsa ini, bagaimana jiwa patriotisme dan nasionalisme para pejuang bangsa yang perlu di tanamkan oleh mereka," tandas Trias
Sedangkan pemakaian alat music saksofon sendiri mewakili suasana jaman kolonial Belanda, nuansa kolonial jaman itu.”(Humas)